Review Cerpen Saksi Mata Karya Seno Gumira Ajidarma


Riview Cerpen Saksi Mata Dalam Buku Kumpulan Cerpen “Saksi Mata” karya Seno Gumira Ajidarma

1. Identitas Buku 

Judul Buku : Saksi Mata 
Penulis : Seno Gumira Ajidarma 
Penerbit : Bentang Pustaka 
Jumlah Halaman : 168 halaman 
Tahun Terbit :1994 

2. Resensi Buku 

Saksi mata merupakan cerpen dalam kumpulan cerpen “Saksi Mata” yang dikarang oleh Seno Gumira Ajidarma yang diterbitkan pada tahun 1994 oleh Bentang Pustaka. Saksi Mata ditulis berdasarkan keterangan para korban dan saksi mata insiden Dili, 12 November 1991 di Timor-timor. Cerpen Saksi Mata menceritakan tentang seorang saksi atas sebuah pembantaian yang disaksikanya. Saksi mata tersebut digambarkan memsuki ruang pengdilan dengan lubang dikedua matanya dan darah tak berhentinya mengalir dari lubang tersebut. Berdasrkan keterangannya, kedua matanya diambil dengan menggunakan sendok “untuk membuat tengkleng” dan pelakunya adalah lima orang yang berpakaian seperti ninja. Hal tersebut terjadi dalam mimpi, tapi matanya hilang saat ia terbangun. 
Meskipun mata saksi hilang tidak lantas membuat saksi berhenti bersaksi bahkan hanya ia yang bersedia bersaksi di pengadilan meskipun ada saksi mata lainya. Saksi mata begitu teguh dalam pendirianya dan bersedia melakukan apapun demi membela keadilan. Hakim kemudian menjadwalkan persidangan ditundah kesokan harinya. Cerita diakhiri dengan Saksi Mata yang bermimpi  lima ninja itu datang lagi, kali ini mereka mencabut lidahnya dengan catut. 
Lebih jauh cerpen Saksi Mata menggambarkan permainan kekuasaan ketika tokoh Saksi mata kehilanganya lidah dan mata sehingga ia tidak dapat bersaksi dalam persidangan lagi. Insidin Dili merupakan aib bagi militer Indonesia dan menguak fakta kejadian tersebut. Atas cerpen “Saksi Mata” SGA dianugrahi penghargaan penulisan karya sastra pada tahun 1995 oleh pusat pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia. 

3. Synopsis cerpen " Saksi Mata"
            Di ruang pengadilan saksi mata itu datang tanpa mata. Dari lubang pada bekas tempat kedua matanya perlahan-lahan dan terus-menerus mengucur darah yang berwarna sangat merah. Para pengunjung pengadilan menjadi gempar dan berteriak-teriak dengan emosi meluap-luap sementara para wartawan sibuk memotret Saksi Mata itu dari segala sudut, membuat suasana semakin panas. Bapak Hakim yang Mulia segera sadar dan mengetuk-ngetukkan palunya. Dengan sisa wibawanya ia berhasil menenangkan hadirin, dan bisa memulai untuk  menginterogasi saksi tanpa mata tersebut.
Saksi mata tanpa mata itu mengaku bahwa matanya buta karena diambil dengan sendok oleh sekawanan ninja. Hadirin yang hadir di ruang pengadilan pun mulai riuh kembali. Lagi-lagi Bapak Hakim mengetukkan palu supaya keadaan menjadi tenang, lalu melanjutkan pertanyaannya. Bapak Hakim heran mengapa saksi mata tanpa mata itu diam saja dan tidak melawan. Darah yang keluar dari matanya terus mengalir memenuhi ruangan dan luber sampai ke halaman.
Saksi mata tanpa mata itu menjawab dengan polos, bahwa sekawanan ninja yang berjumlah sekitar lima orang itu mengambil matanya ketika ia tidur, jadi pada kesimpulannya ia mengalami kejadian itu dalam mimpi. Orang-orang tertawa, Hakim mengetuk lagi dengan marah, sembari berkata bahwa ruang pengadilan bukanlah panggung srimulat.
            Bapak Hakim ragu akan pernyataan yang diberikan saksi mata tanpa mata itu, karena tidak masuk akal dan absurd, tetapi ia tetap bersikeras bahwa kejadian keji itu terjadi di dalam mimpi.
Bapak Hakim berpikir bahwa saksi mata yang tidak mempunyai mata berhak untuk bersaksi karena ingatannya tidak terbawa oleh matanya. Lalu Bapak Hakim pun berkata pada saksi mata tanpa mata tersebut bahwa meskipun banyak saksi mata, tidak ada satu pun yang bersedia menjadi saksi di pengadilan kecuali ia. Ruang pengadilan menjadi gemuruh, semua bertepuk tangan termasuk Jaksa dan Pembela. Beberapa orang mulai meneriakkan yel. Dan Bapak Hakim memberi teguran sekaligus pesan bahwa jangan berkampanye di ruang pengadilan.
Dalam perjalanan pulang, Bapak Hakim mulai memuji saksi mata tanpa mata itu kepada sopirnya, dengan menghilangkan rasa bersalah ia pun menanggapi pembicaraan dengan berkata bahwa keadilan tidak buta.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Cerpen "Lelaki Dari Malaysia" Dalam Buku Kumpulan Cerpen Perjalanan Mencari Ayam Karya Armin Bell

Resensi Buku kumpulan Cerpen negri kabut

Review Buku kumpulan cerpen "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya Di Bibirku Dengan Bibirmu?" karya Hamsad Rangkuti