Review cerpen Cinta di Atas Perahu Cadik

Riview Cerpen Cinta di  Atas Perahu Cadik dari buku antologi cerpen kompas pilihan 2017

1. Identitas  
Status: selesai
Kategori cerita: riview
Judul karya:  Cerpen  Cinta di Atas Perahu Cadik
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Kompas 
Tahun terbit: 2017


2. Ringkasan Cerita
Cerpen Cinta di atas perahu cadik karya Seno Gumira Ajidarma merupakan salah satu cerpen terbaik yang diterbitkan oleh harian kompas kemudian cerpen ini diterbitkan kembali dalam antalogi 20 cerpen terbaik Indonesia dalam sebuah buku yang berjudul Cinta di atas perahu cadik. Cerpen ini bercerita tentang toko Hayati dan tokoh Sukab yang menjalin cinta terlarang, cerita ini berlatarkan kehidupan masyarakat menengah bawah di daerah pesisir laut. Terbukti dalam kutipan "bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera menjadi hijau. Hayati yang biasa memikul air sejak subuh, sambil menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu karang yang kadang-kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak semalam, sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Bukankah memang perlu waktu jutaan tahun bagi angin untuk membentuk dinding karang menjadi onggokan batu yang mirip dengan sebuah perahu". Sukab adalah seorang nelayang yang cukup handal di desanya, pada awal cerita dikisahkan bagaimana Hayati pergi bersama Sukab yang bukan suaminya melainkan suami Waleh tetangganya, Hayati dan Sukab berlayar dengan menggunakan perahu cadik. Mereka saling mencintai namun cinta Sukab dan Hayati merupakan cinta terlarang sebab Hayati adalah istri Dullah dan Sukab adalah suami Waleh, mertua Hayati yang melihat Hayati pergi berlayar bersama Sukab sangat marah  sebab Hayati terang-terangan pergi bersama lelaki lain.  Namun suami Hayati serta istri Sukab tidak marah akan hal itu sebab mereka tahu bahwa Hayati dan Sukab saling mencintai. Waleh istri Sukab yang pada malam di mana Sukab bersama Hayati tidak pulang hanya pasrah dan berharap agar suaminya serta Hayati dapat pulang dan segera menikah Hayati hanya di temani anaknya yang berumur lima tahun dan bisu.  Berbeda dengan Dullah serya Waleh, mertua Hayati terus saja memendam kemarahan kepada Sukab dan Hayati Melangkah sepanjang pantai sembari menghindari air pasang, nenek tua itu menggerundel sendirian. Bermain cinta di atas perahu! Perbuatan yang mengundang kutukan! Aku hanya mau bukti bahwa menantuku mati karena pergi dengan lelaku bukan suaminya dan bermain cinta di atas perahu! Alam tidak akan pernah keliru! Hanya para pendosa akan menjadi korban kutukannya! Tetapi, kamu rugi belum menghukum si Jalang Hayati!”. orang-orang termasuk nenek, Dullah, Waleh mulai cemas karena kedua orang yang berselingkuh itu belum juga pulang. Sebagian orang mengganggap mereka sudah mati. Sebagian yang lain mengganggap mereka terdampar di pulau lain dan hidup bersama. 
Pada bagian akhir cerita akhirnya  pada suatu malam hari ketujuh, perahu Sukab dan Hayati mendarat. Dalam Perahu terikat seekor ikan besar yang tertancap tombak milik Sukab. Keduanya digambarkan tampak lusuh, kulit terbakar, pakaian basah kuyup, giginya kuning sekali, tetapi mata keduanya menyala-nyala karena semangat hidup yang kuat serta api cinta yang membara. Keduanya mengerti cerita tentang ikan besar ini akan berujung pada perceraian mereka masing-masing yang tak bisa dihindari lagi. Keduanya juga mengerti, betapa bukan urusan siapapun bahwa mereka telah bercinta di atas perahu cadik.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Cerpen "Lelaki Dari Malaysia" Dalam Buku Kumpulan Cerpen Perjalanan Mencari Ayam Karya Armin Bell

Resensi Buku kumpulan Cerpen negri kabut

Review Buku kumpulan cerpen "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya Di Bibirku Dengan Bibirmu?" karya Hamsad Rangkuti